Wednesday, July 11, 2007

KERAJINAN DIY TERANCAM TERKENA DAMPAK LARANGAN UNI EROPA

YOGYAKARTA- Menyusul adanya larangan terbang maskapai nasional ke negara Eropa berpotensi mengurangi nilai ekspor kerajinan dari Provinsi DI Yogyakarta hingga 40-an persen. Pasar Eropa, selama ini menjadi pemasaran ekspor handicraft asal DIY selain Amerika dan beberapa negara di Asia. Namun posisi Eropa, menempati peringkat utama dibanding pasar Amerika.Ketua Asosiasi Eksportir dan Produsen Hadicraft Indonesia (ASPHI) DIY, Indah Rahayu saat dikonfirmasi Rabu (11/7) menjelaskan, jika larangan terbang itu terus berlaku hingga enam bulan ke depan, dipastikan nilai ekspor kerajinan dari DIY akan menurun. Saat ini, kata dia, dampak adanya larangan tersebut memang belum terasa namun ke depannya dipastikan akan memukul pelaku usaha handicraft yang berorientasi ekspor.

"Bagi pelaku lama, larangan itu mungkin kurang berpengaruh. Tapi bagi pemula yang baru terjun setahun atau dua tahun, komunikasi mereka dengan para mitra usaha di luar negeri, terutama di Eropa, jelas akan muncul persoalan karena tidak bisa langsung ke Eropa," kata Indah kepada Tempo. Pada tahap awal kerja sama perdagangan, kata Indah, pihak pembeli ingin melihat secara langsung mitra kerjanya. Mereka, kata dia, juga ingin memperoleh kepastian adanya pasokan yang stabil dari para pengrajin dengan melihat langsung kondisi pabrik atau sentra kerajinan yang ada. "Adanya larangan itu, 40 persen potensi ekspor handicraft DIY akan lepas. Bahkan akan ekspor riilnya juga akan mengalami penurunan. Kami berharap pemerintah bisa membantu persoalan ini karena persoalan bukan sekadar pada penurunan ekspor tetapi juga menyangkut penghasilan para pekerja," kata Indah.Dijelaskan Indah, produk kerajinan dari Yogyakarta, hampir 75 persen merupakan komuditas yang diekspor maupun ditujukan bagi konsumen luar negeri. Sedang 25 persen sisanya, kata dia, dijual untuk pasar lokal baik di Yogyakarta maupun kota-kota lain di Indonesia.

Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Provinsi DIY Syahbenol Hasibuan menyatakan, selama ini nilai ekspor kerajinan dari DIY ke mancanegara mencapai US 41 juta dolar per tahun. Adanya larangan penerbangan maskapai nasional ke Eropa, kata dia, memang dikhawatirkan bisa menurunkan nilai ekspor yang cukup besar tersebut."Selama ini ekspor pengiriman barang dari Yogyakarta ke mancanegara sebagian besar menggunakan kargo kapal. Namun lobi dan kunjungan para pelaku ekspor, tetap dilakukan menggunakan pesawat. Kalau penerbangan nasional dilarang ke Eropa, tentu akan menyulitkan mereka," kata Syahbenol.Dijelaskan Syahbenol, selain berdampak pada penurunan nilai ekspor, adanya larangan tersebut juga menyebabkan turunnya kunjungan wisawatan Eropa ke Yogyakarta. Apalagi selama ini, kata dia, memang tidak ada penerbangan internasional dari bandara Adisucipto Yogyakarta. Wisatawan asing yang berkunjung ke Yogyakarta, kata dia, hanya limpahan dari turis yang berkunjung ke Bali dan Jakarta."Jika turis yang datang ke Yogyakarta berkurang, dipastikan handicraft yang dijual untuk para turis juga akan turun. Sebab ada hubungan yang erat antara turis dengan cideramata yang umumnya hasil kerajinan," kata Syahbenol

No comments: